Sel
Dalam biologi, sel adalah kumpulan materi paling sederhana yang dapat hidup dan merupakan unit penyusun semua makhluk hidup. Sel mampu melakukan semua aktivitas kehidupan dan sebagian besar reaksi kimia untuk mempertahankan kehidupan berlangsung di dalam sel. Kebanyakan makhluk hidup tersusun atas sel tunggal, atau disebut organisme uniseluler, misalnya bakteri dan ameba. Makhluk hidup lainnya, termasuk tumbuhan, hewan, dan manusia, merupakan organisme multiseluler yang terdiri dari banyak tipe sel terspesialisasi dengan fungsinya masing-masing. Tubuh manusia, misalnya, tersusun atas lebih dari 10 sel. Namun demikian, seluruh tubuh semua organisme berasal dari hasil pembelahan satu sel. Contohnya, tubuh bakteri berasal dari pembelahan sel bakteri induknya, sementara tubuh tikus berasal dari pembelahan sel telur induknya yang sudah dibuahi.
Sel-sel pada organisme multiseluler tidak akan bertahan lama jika
masing-masing berdiri sendiri. Sel yang sama dikelompokkan menjadi jaringan, yang membangun organ dan kemudian sistem organ yang membentuk tubuh organisme tersebut. Contohnya,
sel otot jantung membentuk jaringan otot jantung pada organ jantung yang merupakan bagian dari sistem organ peredaran
darah pada tubuh manusia. Sementara
itu, sel sendiri tersusun atas komponen-komponen yang disebut organel.
Sel terkecil yang dikenal manusia ialah bakteri Mycoplasma dengan diameter 0,0001 sampai 0,001 mm,
sedangkan salah satu sel tunggal
yang bisa dilihat dengan mata telanjang ialah telur ayam yang belum
dibuahi. Akan tetapi, sebagian besar sel berdiameter antara 1 sampai 100 µm (0,001–0,1 mm)
sehingga hanya bisa dilihat dengan mikroskop. Penemuan dan kajian
awal tentang sel memperoleh kemajuan sejalan dengan penemuan dan penyempurnaan
mikroskop pada abad
ke-17. Robert Hooke pertama kali mendeskripsikan dan menamai sel pada
tahun 1665 ketika ia mengamati suatu irisan gabus (kulit batang pohon ek) dengan
mikroskop yang memiliki perbesaran 30 kali.
Namun
demikian, teori sel sebagai unit kehidupan baru dirumuskan hampir dua abad
setelah itu oleh Matthias
Schleiden dan Theodor Schwann. Selanjutnya, sel dikaji dalam cabang biologi yang
disebut biologi
sel.
A. Sejarah Penemuan Awal.
Mikroskop majemuk dengan dua lensa telah ditemukan pada akhir abad ke-16 dan selanjutnya dikembangkan di Belanda, Italia, dan Inggris. Hingga pertengahan abad ke-17 mikroskop sudah memiliki kemampuan perbesaran citra sampai
30 kali. Ilmuwan Inggris Robert Hooke kemudian merancang mikroskop majemuk yang memiliki sumber
cahaya sendiri sehingga lebih mudah digunakan. Ia mengamati irisan-irisan tipis
gabus melalui mikroskop dan menjabarkan struktur mikroskopik
gabus sebagai "berpori-pori seperti sarang lebah tetapi pori-porinya tidak
beraturan" dalam makalah yang diterbitkan pada tahun 1665. Hooke menyebut
pori-pori itu cells karena mirip dengan sel (bilik kecil) di dalam biara atau penjara. Yang sebenarnya dilihat oleh Hooke adalah dinding sel kosong yang melingkupi sel-sel mati pada gabus yang berasal
dari kulit pohon ek. Ia juga mengamati bahwa di dalam tumbuhan hijau terdapat
sel yang berisi cairan.
Pada masa yang sama di Belanda, Antony van
Leeuwenhoek,
seorang pedagang kain, menciptakan mikroskopnya sendiri yang berlensa satu
dan menggunakannya untuk mengamati berbagai hal. Ia berhasil melihat sel darah merah, spermatozoid, khamir bersel tunggal, protozoa, dan bahkan bakteri. Pada tahun 1673 ia mulai mengirimkan surat yang memerinci
kegiatannya kepada Royal Society, perkumpulan ilmiah Inggris, yang lalu menerbitkannya. Pada salah satu suratnya,
Leeuwenhoek menggambarkan sesuatu yang bergerak-gerak di dalam air liur yang diamatinya di bawah mikroskop. Ia menyebutnya diertjen
atau dierken (bahasa Belanda: 'hewan kecil', diterjemahkan sebagai animalcule
dalam bahasa Inggris oleh Royal Society), yang diyakini
sebagai bakteri oleh ilmuwan modern.
Pada
tahun 1675–1679, ilmuwan Italia Marcello Malpighi menjabarkan unit penyusun tumbuhan yang ia sebut utricle
('kantong kecil'). Menurut pengamatannya, setiap rongga tersebut berisi cairan
dan dikelilingi oleh dinding yang kokoh. Nehemiah Grew dari Inggris juga menjabarkan sel tumbuhan dalam tulisannya
yang diterbitkan pada tahun 1682, dan ia berhasil mengamati banyak struktur
hijau kecil di dalam sel-sel daun tumbuhan, yaitu kloroplas.
B.
Teori Sel
Beberapa ilmuwan pada abad ke-18 dan awal abad ke-19 telah berspekulasi
atau mengamati bahwa tumbuhan dan hewan tersusun atas
sel, namun hal tersebut masih diperdebatkan pada saat itu. Pada tahun 1838,
ahli botani Jerman Matthias
Jakob Schleiden menyatakan bahwa
semua tumbuhan terdiri atas sel dan bahwa semua aspek fungsi tubuh tumbuhan pada
dasarnya merupakan manifestasi aktivitas sel. Ia juga menyatakan pentingnya nukleus (yang ditemukan Robert
Brown pada tahun 1831) dalam fungsi
dan pembentukan sel, namun ia salah mengira bahwa sel terbentuk dari nukleus.
Pada tahun 1839, Theodor
Schwann, yang setelah berdiskusi
dengan Schleiden menyadari bahwa ia pernah mengamati nukleus sel hewan
sebagaimana Schleiden mengamatinya pada tumbuhan, menyatakan bahwa semua bagian
tubuh hewan juga tersusun atas sel. Menurutnya, prinsip universal pembentukan
berbagai bagian tubuh semua organisme adalah pembentukan sel.
Yang kemudian memerinci teori sel sebagaimana yang dikenal dalam bentuk
modern ialah Rudolf
Virchow, seorang ilmuwan Jerman
lainnya. Pada mulanya ia sependapat dengan Schleiden mengenai pembentukan sel.
Namun, pengamatan mikroskopis atas berbagai proses patologis membuatnya
menyimpulkan hal yang sama dengan yang telah disimpulkan oleh Robert Remak dari pengamatannya terhadap sel darah merah dan embrio, yaitu bahwa
sel berasal dari sel lain melalui pembelahan sel. Pada tahun 1855, Virchow menerbitkan makalahnya yang
memuat motonya yang terkenal, omnis cellula e cellula (semua sel berasal
dari sel).
C. Struktur Sel
Semua sel dibatasi oleh suatu membran yang disebut membran plasma, sementara
daerah di dalam sel disebut sitoplasma.
Setiap sel, pada tahap tertentu dalam hidupnya, mengandung DNA sebagai
materi yang dapat diwariskan dan mengarahkan aktivitas sel tersebut. Selain
itu, semua sel memiliki struktur yang disebut ribosom yang berfungsi dalam pembuatan protein yang akan digunakan sebagai katalis pada berbagai reaksi kimia dalam sel
tersebut.
Setiap organisme tersusun atas salah satu dari dua jenis
sel yang secara struktur berbeda: sel prokariotik atau sel eukariotik. Kedua jenis sel ini dibedakan
berdasarkan posisi DNA di dalam
sel; sebagian besar DNA pada eukariota terselubung membran organel yang disebut
nukleus atau inti sel, sedangkan prokariota tidak
memiliki nukleus. Hanya bakteri dan arkea
yang memiliki sel prokariotik, sementara protista, tumbuhan, jamur,
dan hewan memiliki sel eukariotik.
1.
Sel Prokariota
Pada sel prokariota (dari bahasa Yunani, pro, 'sebelum' dan karyon,
'biji'), tidak ada membran yang memisahkan DNA dari
bagian sel lainnya, dan daerah tempat DNA terkonsentrasi di sitoplasma disebut nukleoid.
Kebanyakan prokariota merupakan organisme uniseluler
dengan sel berukuran kecil (berdiameter 0,7–2,0 µm dan volumenya sekitar 1 µm)
serta umumnya terdiri dari selubung sel, membran sel, sitoplasma, nukleoid, dan
beberapa struktur lain.
Hampir semua sel prokariotik memiliki
selubung sel di luar membran selnya. Jika selubung tersebut mengandung suatu
lapisan kaku yang terbuat dari karbohidrat atau kompleks karbohidrat-protein, peptidoglikan, lapisan itu disebut sebagai dinding sel. Kebanyakan bakteri memiliki suatu membran luar yang menutupi
lapisan peptidoglikan, dan ada pula bakteri yang memiliki selubung sel dari protein. Sementara itu, kebanyakan selubung sel arkea
berbahan protein, walaupun ada juga yang berbahan peptidoglikan. Selubung sel
prokariota mencegah sel pecah akibat tekanan osmotik pada lingkungan yang memiliki konsentrasi lebih rendah daripada isi sel.
Sejumlah prokariota memiliki struktur lain
di luar selubung selnya. Banyak jenis bakteri memiliki lapisan di luar dinding
sel yang disebut kapsul yang membantu sel bakteri melekat pada permukaan
benda dan sel lain. Kapsul juga dapat membantu sel bakteri menghindar dari sel kekebalan tubuh manusia jenis tertentu. Selain
itu, sejumlah bakteri melekat pada permukaan benda dan sel lain dengan benang
protein yang disebut pilus (jamak: pili) dan fimbria (jamak:
fimbriae). Banyak jenis bakteri bergerak menggunakan flagelum (jamak: flagela) yang melekat pada
dinding selnya dan berputar seperti motor.
Prokariota umumnya memiliki satu molekul DNA
dengan struktur lingkar yang terkonsentrasi pada nukleoid. Selain itu,
prokariota sering kali juga memiliki bahan genetik tambahan yang disebut plasmid yang juga berstruktur DNA lingkar. Pada
umumnya, plasmid tidak dibutuhkan oleh sel untuk pertumbuhan meskipun sering
kali plasmid membawa gen tertentu yang memberikan keuntungan tambahan pada
keadaan tertentu, misalnya resistansi
terhadap antibiotik.
Prokariota juga memiliki sejumlah protein struktural yang disebut sitoskeleton, yang pada mulanya dianggap hanya ada
pada eukariota. Protein skeleton tersebut meregulasi pembelahan sel dan berperan menentukan bentuk sel.
2. Sel Eukariota
Tidak seperti prokariota,
sel eukariota (bahasa Yunani, eu, 'sebenarnya' dan karyon)
memiliki nukleus. Diameter sel eukariota biasanya 10 hingga 100 µm, sepuluh
kali lebih besar daripada bakteri. Sitoplasma eukariota adalah daerah di antara
nukleus dan membran sel. Sitoplasma ini terdiri dari medium semicair yang
disebut sitosol, yang di dalamnya terdapat organel-organel dengan bentuk dan
fungsi terspesialisasi serta sebagian besar tidak dimiliki prokariota.[7]
Kebanyakan organel dibatasi oleh satu lapis membran, namun ada pula yang
dibatasi oleh dua membran, misalnya nukleus.
Selain nukleus, sejumlah
organel lain dimiliki hampir semua sel eukariota, yaitu (1) mitokondria, tempat
sebagian besar metabolisme energi sel terjadi; (2) retikulum endoplasma, suatu
jaringan membran tempat sintesis glikoprotein dan lipid; (3) badan Golgi, yang
mengarahkan hasil sintesis sel ke tempat tujuannya; serta (4) peroksisom,
tempat perombakan asam lemak dan asam amino. Lisosom, yang menguraikan komponen
sel yang rusak dan benda asing yang dimasukkan oleh sel, ditemukan pada sel hewan,
tetapi tidak pada sel tumbuhan. Kloroplas, tempat terjadinya fotosintesis,
hanya ditemukan pada sel-sel tertentu daun tumbuhan dan sejumlah organisme
uniseluler. Baik sel tumbuhan maupun sejumlah eukariota uniseluler memiliki
satu atau lebih vakuola, yaitu organel tempat menyimpan nutrien dan limbah
serta tempat terjadinya sejumlah reaksi penguraian.
Jaringan protein serat sitoskeleton
mempertahankan bentuk sel dan mengendalikan pergerakan struktur di dalam sel
eukariota. Sentriol, yang hanya ditemukan pada sel hewan di dekat nukleus, juga
terbuat dari sitoskeleton.
Dinding sel yang kaku,
terbuat dari selulosa dan polimer lain, mengelilingi sel tumbuhan dan
membuatnya kuat dan tegar. Fungi juga memiliki dinding sel, namun komposisinya
berbeda dari dinding sel bakteri maupun tumbuhan. Di antara dinding sel
tumbuhan yang bersebelahan terdapat saluran yang disebut plasmodesmata.
|
Gambaran umum sel
hewan.
D.
Komponen Subseluler
1.
Membran
Membran sel yang membatasi sel disebut sebagai membran plasma dan
berfungsi sebagai rintangan selektif yang memungkinkan aliran oksigen, nutrien, dan limbah yang cukup untuk melayani seluruh volume sel. Membran
sel juga berperan dalam sintesis ATP, pensinyalan sel, dan adhesi sel.
Membran sel berupa lapisan sangat tipis yang terbentuk dari molekul lipid dan protein. Membran sel bersifat dinamik dan kebanyakan molekulnya dapat bergerak di
sepanjang bidang membran. Molekul lipid membran tersusun dalam dua lapis dengan
tebal sekitar 5 nm yang menjadi penghalang bagi kebanyakan molekul hidrofilik. Molekul-molekul protein yang menembus lapisan ganda lipid tersebut
berperan dalam hampir semua fungsi lain membran, misalnya mengangkut molekul
tertentu melewati membran. Ada pula protein yang menjadi pengait struktural ke
sel lain, atau menjadi reseptor yang mendeteksi dan menyalurkan sinyal kimiawi dalam
lingkungan sel. Diperkirakan bahwa sekitar 30% protein yang dapat disintesis
sel hewan merupakan protein membran.
2.
Nukleus
Nukleus mengandung sebagian besar gen
yang mengendalikan sel eukariota
(sebagian lain gen terletak di dalam mitokondria dan kloroplas). Dengan diameter rata-rata 5 µm, organel ini umumnya adalah organel yang paling
mencolok dalam sel eukariota. Kebanyakan sel memiliki satu nukleus, namun ada
pula yang memiliki banyak nukleus, contohnya sel otot rangka, dan ada pula yang tidak memiliki
nukleus, contohnya sel darah merah
matang yang kehilangan nukleusnya saat berkembang.
Selubung nukleus
melingkupi nukleus dan memisahkan isinya (yang disebut nukleoplasma)
dari sitoplasma. Selubung ini terdiri dari dua membran yang masing-masing merupakan lapisan ganda
lipid dengan protein terkait. Membran luar dan dalam selubung nukleus
dipisahkan oleh ruangan sekitar 20–40 nm. Selubung nukleus memiliki sejumlah
pori yang berdiameter sekitar 100 nm dan pada bibir setiap pori, kedua membran
selubung nukleus menyatu.
Di dalam nukleus, DNA
terorganisasi bersama dengan protein
menjadi kromatin. Sewaktu sel siap untuk membelah, kromatin kusut yang berbentuk benang
akan menggulung, menjadi cukup tebal untuk dibedakan melalui mikroskop sebagai struktur terpisah yang disebut kromosom.
Struktur yang menonjol di
dalam nukleus sel yang sedang tidak membelah ialah nukleolus, yang merupakan tempat sejumlah komponen
ribosom disintesis dan dirakit. Komponen-komponen
ini kemudian dilewatkan melalui pori nukleus ke sitoplasma, tempat semuanya
bergabung menjadi ribosom. Kadang-kadang terdapat lebih dari satu nukleolus,
bergantung pada spesiesnya dan tahap reproduksi sel tersebut.
Nukleus mengedalikan sintesis protein di dalam sitoplasma dengan cara
mengirim molekul pembawa pesan berupa RNA, yaitu mRNA,
yang disintesis
berdasarkan "pesan" gen pada DNA.
RNA ini lalu dikeluarkan ke sitoplasma melalui pori nukleus dan melekat pada
ribosom, tempat pesan genetik tersebut diterjemahkan
menjadi urutan asam amino
protein yang disintesis.
3.
Ribosom
Ribosom merupakan tempat sel membuat protein. Sel dengan laju sintesis protein yang tinggi memiliki banyak
sekali ribosom, contohnya sel hati manusia yang memiliki beberapa
juta ribosom. Ribosom sendiri tersusun atas berbagai jenis protein dan sejumlah
molekul RNA.
Ribosom eukariota lebih besar daripada ribosom prokariota, namun keduanya sangat mirip dalam hal
struktur dan fungsi. Keduanya terdiri dari satu subunit besar dan satu subunit
kecil yang bergabung membentuk ribosom lengkap dengan massa beberapa juta dalton.
Pada eukariota, ribosom
dapat ditemukan bebas di sitosol atau
terikat pada bagian luar retikulum endoplasma.
Sebagian besar protein yang diproduksi ribosom bebas akan berfungsi di dalam
sitosol, sementara ribosom terikat umumnya membuat protein yang ditujukan untuk
dimasukkan ke dalam membran,
untuk dibungkus di dalam organel tertentu seperti lisosom, atau untuk dikirim ke luar sel. Ribosom
bebas dan terikat memiliki struktur identik dan dapat saling bertukar tempat.
Sel dapat menyesuaikan jumlah relatif masing-masing ribosom begitu
metabolismenya berubah.
4.
Sistem Endomembran
Berbagai membran dalam sel eukariota merupakan bagian dari sistem endomembran. Membran
ini dihubungkan melalui sambungan fisik langsung atau melalui transfer
antarsegmen membran dalam bentuk vesikel (gelembung yang dibungkus membran) kecil. Sistem
endomembran mencakup selubung nukleus, retikulum endoplasma, badan
Golgi, lisosom, berbagai jenis vakuola, dan membran plasma. Sistem ini memiliki berbagai
fungsi, termasuk sintesis dan modifikasi protein serta transpor protein ke
membran dan organel atau ke luar sel, sintesis lipid, dan penetralan beberapa jenis racun.
Sistem Endomembran
5. Retikulum Endoplasma
Retikulum endoplasma merupakan perluasan selubung nukleus yang terdiri dari jaringan (reticulum
= 'jaring kecil') saluran bermembran dan vesikel yang saling terhubung. Terdapat dua bentuk retikulum endoplasma,
yaitu retikulum endoplasma kasar dan retikulum endoplasma halus.
Retikulum endoplasma kasar disebut
demikian karena permukaannya ditempeli banyak ribosom. Ribosom yang mulai mensintesis protein dengan tempat tujuan
tertentu, seperti organel tertentu atau membran, akan menempel pada retikulum
endoplasma kasar. Protein yang terbentuk akan terdorong ke bagian dalam
retikulum endoplasma yang disebut lumen. Di dalam lumen, protein
tersebut mengalami pelipatan dan dimodifikasi, misalnya dengan penambahan karbohidrat untuk membentuk glikoprotein. Protein tersebut lalu dipindahkan ke bagian lain sel di dalam vesikel kecil yang menyembul keluar dari retikulum endoplasma, dan
bergabung dengan organel yang berperan lebih lanjut dalam modifikasi dan
distribusinya. Kebanyakan protein menuju ke badan Golgi, yang akan mengemas dan memilahnya untuk diantarkan ke tujuan
akhirnya.
Retikulum endoplasma halus tidak
memiliki ribosom pada permukaannya. Retikulum endoplasma halus berfungsi,
misalnya, dalam sintesis lipid komponen membran sel. Dalam jenis sel tertentu, misalnya sel hati, membran retikulum endoplasma halus mengandung enzim yang mengubah obat-obatan, racun, dan produk sampingan beracun dari metabolisme sel menjadi senyawa-senyawa yang kurang beracun atau lebih mudah
dikeluarkan tubuh.
6.
Badan Golgi
Badan Golgi (dinamai menurut nama penemunya, Camillo Golgi) tersusun atas setumpuk kantong
pipih dari membran yang
disebut sisterna. Biasanya terdapat tiga sampai delapan sisterna, tetapi
ada sejumlah organisme yang memiliki badan Golgi dengan puluhan sisterna.
Jumlah dan ukuran badan Golgi bergantung pada jenis sel dan aktivitas metabolismenya. Sel yang aktif melakukan sekresi protein dapat memiliki ratusan badan Golgi.
Organel ini biasanya terletak di antara retikulum endoplasma
dan membran plasma.
Sisi badan Golgi yang
paling dekat dengan nukleus
disebut sisi cis, sementara sisi yang menjauhi nukleus disebut sisi trans.
Ketika tiba di sisi cis, protein
dimasukkan ke dalam lumen sisterna. Di dalam lumen, protein tersebut
dimodifikasi, misalnya dengan penambahan karbohidrat, ditandai dengan penanda kimiawi, dan
dipilah-pilah agar nantinya dapat dikirim ke tujuannya masing-masing.
Badan Golgi mengatur pergerakan berbagai jenis
protein; ada yang disekresikan ke luar sel, ada yang digabungkan ke membran
plasma sebagai protein transmembran, dan ada pula yang ditempatkan di dalam lisosom. Protein yang disekresikan dari sel
diangkut ke membran plasma di dalam vesikel sekresi, yang melepaskan isinya dengan
cara bergabung dengan membran plasma dalam proses eksositosis. Proses sebaliknya, endositosis, dapat terjadi bila membran plasma mencekung
ke dalam sel dan membentuk vesikel endositosis yang dibawa ke badan Golgi atau
tempat lain, misalnya lisosom.
7.
Lisosom
Lisosom pada sel hewan merupakan vesikel yang memuat lebih dari 30 jenis enzim hidrolitik untuk menguraikan berbagai molekul
kompleks. Sel menggunakan kembali subunit molekul yang sudah diuraikan lisosom
itu. Bergantung pada zat yang diuraikannya, lisosom dapat memiliki berbagai
ukuran dan bentuk. Organel ini dibentuk sebagai vesikel yang melepaskan diri
dari badan Golgi.
Lisosom
menguraikan molekul makanan yang masuk ke dalam sel melalui endositosis ketika suatu vesikel endositosis bergabung dengan
lisosom. Dalam proses yang disebut autofagi, lisosom mencerna organel yang tidak berfungsi dengan benar. Lisosom juga
berperan dalam fagositosis, proses yang dilakukan sejumlah jenis sel untuk
menelan bakteri atau fragmen sel lain untuk diuraikan. Contoh sel
yang melakukan fagositosis ialah sejenis sel
darah putih yang disebut fagosit, yang berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh.
8. Vakuola
Kebanyakan fungsi lisosom sel hewan dilakukan oleh vakuola pada sel tumbuhan. Membran vakuola, yang
merupakan bagian dari sistem endomembran, disebut tonoplas. Vakuola
berasal dari kata bahasa Latin vacuolum
yang berarti 'kosong' dan dinamai demikian karena organel ini tidak memiliki struktur internal. Umumnya vakuola lebih besar
daripada vesikel, dan kadang kala terbentuk dari gabungan banyak vesikel.
Sel tumbuhan muda berukuran kecil dan mengandung banyak vakuola
kecil yang kemudian bergabung membentuk suatu vakuola sentral seiring dengan
penambahan air ke dalamnya. Ukuran sel tumbuhan diperbesar dengan menambahkan air
ke dalam vakuola sentral tersebut. Vakuola sentral juga mengandung cadangan
makanan, garam-garam, pigmen, dan limbah metabolisme. Zat yang beracun bagi herbivora dapat pula disimpan dalam vakuola sebagai mekanisme pertahanan.
Vakuola juga berperan penting dalam mempertahankan tekanan turgor tumbuhan.
Vakuola memiliki banyak fungsi lain dan juga dapat
ditemukan pada sel hewan dan protista uniseluler. Kebanyakan protozoa memiliki vakuola makanan, yang bergabung dengan
lisosom agar makanan di dalamnya dapat dicerna. Beberapa jenis protozoa juga
memiliki vakuola kontraktil, yang mengeluarkan kelebihan air dari sel.
9.
Mitokondria
Sebagian besar sel eukariota mengandung banyak mitokondria, yang menempati sampai 25 persen
volume sitoplasma. Organel ini termasuk organel yang besar, secara
umum hanya lebih kecil dari nukleus, vakuola, dan kloroplas. Nama mitokondria berasal
dari penampakannya yang seperti benang (bahasa Yunani mitos, 'benang') di bawah mikroskop cahaya.
Organel ini memiliki dua
macam membran, yaitu membran luar dan membran dalam,
yang dipisahkan oleh ruang antarmembran. Luas permukaan membran dalam lebih
besar daripada membran luar karena memiliki lipatan-lipatan, atau krista,
yang menyembul ke dalam matriks, atau ruang dalam mitokondria.
Mitokondria adalah tempat
berlangsungnya respirasi seluler,
yaitu suatu proses kimiawi yang memberi energi
pada sel. Karbohidrat
dan lemak merupakan contoh molekul makanan berenergi
tinggi yang dipecah menjadi air dan karbon dioksida oleh reaksi-reaksi di dalam
mitokondria, dengan pelepasan energi. Kebanyakan energi yang dilepas dalam
proses itu ditangkap oleh molekul yang disebut ATP.
Mitokondria-lah yang menghasilkan sebagian besar ATP sel. Energi
kimiawi ATP nantinya dapat digunakan untuk menjalankan berbagai reaksi kimia
dalam sel. Sebagian besar tahap pemecahan molekul makanan dan
pembuatan ATP tersebut dilakukan oleh enzim-enzim
yang terdapat di dalam krista dan matriks mitokondria.
Mitokondria memperbanyak
diri secara independen dari keseluruhan bagian sel lain. Organel ini memiliki DNA
sendiri yang menyandikan sejumlah protein
mitokondria, yang dibuat pada ribosomnya
sendiri yang serupa dengan ribosom prokariota.
10. Kloroplas
Kloroplas merupakan salah satu jenis organel yang disebut plastid pada tumbuhan dan alga.[36] Kloroplas mengandung klorofil, pigmen hijau
yang menangkap energi cahaya untuk fotosintesis, yaitu serangkaian reaksi yang mengubah energi
cahaya menjadi energi kimiawi yang disimpan dalam molekul karbohidrat dan senyawa organik lain.
Satu sel alga uniseluler dapat memiliki satu
kloroplas saja, sementara satu sel daun dapat
memiliki 20 sampai 100 kloroplas. Organel ini cenderung lebih besar daripada mitokondria, dengan panjang 5–10 µm atau lebih. Kloroplas
biasanya berbentuk seperti cakram dan, seperti mitokondria, memiliki membran
luar dan membran dalam yang dipisahkan oleh ruang antarmembran.
Membran dalam kloroplas menyelimuti stroma,
yang memuat berbagai enzim yang bertanggung jawab membentuk karbohidrat
dari karbon dioksida dan air dalam
fotosintesis. Suatu sistem membran dalam yang kedua di dalam stroma terdiri
dari kantong-kantong pipih disebut tilakoid yang saling berhubungan.
Tilakoid-tilakoid membentuk suatu tumpukan yang disebut granum (jamak, grana).
Klorofil terdapat pada membran tilakoid, yang berperan serupa dengan membran
dalam mitokondria, yaitu terlibat dalam pembentukan ATP. Sebagian
ATP yang terbentuk ini digunakan oleh enzim di stroma untuk mengubah karbon
dioksida menjadi senyawa antara berkarbon tiga yang kemudian dikeluarkan ke sitoplasma dan diubah menjadi karbohidrat. Sama seperti mitokondria, kloroplas juga
memiliki DNA dan ribosomnya sendiri serta tumbuh dan memperbanyak dirinya
sendiri. Kedua organel ini juga dapat berpindah-pindah tempat di dalam sel.
11. Paroksisom
Peroksisom berukuran mirip dengan lisosom dan
dapat ditemukan dalam semua sel eukariota. Organel ini dinamai demikian karena
biasanya mengandung satu atau lebih enzim yang terlibat dalam reaksi oksidasi
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2).[51] Hidrogen peroksida merupakan bahan
kimia beracun, namun di dalam peroksisom senyawa ini digunakan untuk reaksi
oksidasi lain atau diuraikan menjadi air dan oksigen. Salah satu tugas
peroksisom adalah mengoksidasi asam lemak panjang menjadi lebih pendek yang
kemudian dibawa ke mitokondria untuk oksidasi sempurna. Peroksisom pada sel
hati dan ginjal juga mendetoksifikasi berbagai molekul beracun yang memasuki
darah, misalnya alkohol. Sementara itu, peroksisom pada biji tumbuhan berperan
penting mengubah cadangan lemak biji menjadi karbohidrat yang digunakan dalam
tahap perkecambahan.
12. Sitoskeleton
Sitoskeleton eukariota terdiri dari tiga jenis serat protein, yaitu mikrotubulus, filamen
intermediat, dan mikrofilamen. Protein sitoskeleton yang serupa dan berfungsi sama
dengan sitoskeleton eukariota ditemukan pula pada prokariota. Mikrotubulus berupa silinder berongga yang memberi bentuk sel, menuntun
gerakan organel, dan membantu pergerakan kromosom pada saat pembelahan
sel. Silia dan flagela eukariota, yang merupakan alat bantu pergerakan, juga berisi
mikrotubulus. Filamen intermediat mendukung bentuk sel dan membuat organel
tetap berada di tempatnya. Sementara itu, mikrofilamen, yang berupa batang
tipis dari protein aktin, berfungsi antara lain dalam kontraksi otot pada hewan, pembentukan pseudopodia untuk pergerakan sel ameba, dan aliran
bahan di dalam sitoplasma sel tumbuhan.
Sejumlah protein motor menggerakkan berbagai organel di sepanjang
sitoskeleton eukariota. Secara umum, protein motor dapat digolongkan dalam tiga
jenis, yaitu kinesin, dinein, dan miosin. Kinesin dan
dinein bergerak pada mikrotubulus, sementara miosin bergerak pada.
E. Komponen Ektraseluler
Sel-sel hewan
dan tumbuhan disatukan sebagai jaringan terutama oleh matriks ekstraseluler,
yaitu jejaring kompleks molekul yang disekresikan sel dan berfungsi utama membentuk
kerangka pendukung. Terutama pada hewan, sel-sel pada kebanyakan jaringan
terikat langsung satu sama lain melalui sambungan sel.
1. Matriks ekstraseluler hewan
Matriks ekstraseluler sel hewan
berbahan penyusun utama glikoprotein (protein yang berikatan dengan karbohidrat pendek), dan yang paling melimpah ialah kolagen yang membentuk serat kuat di bagian luar sel.
Serat kolagen ini tertanam dalam jalinan tenunan yang terbuat dari proteoglikan, yang merupakan glikoprotein kelas lain. Variasi jenis dan susunan molekul matriks
ekstraseluler menimbulkan berbagai bentuk, misalnya keras seperti permukaan tulang dan gigi,
transparan seperti kornea mata, atau berbentuk seperti tali kuat pada otot.
Matriks ekstraseluler tidak hanya menyatukan sel-sel tetapi juga memengaruhi perkembangan,
bentuk, dan perilaku sel.
2. Dinding sel tumbuhan
Dinding sel tumbuhan merupakan matriks ekstraseluler yang
menyelubungi tiap sel tumbuhan. Dinding ini tersusun atas serabut selulosa yang tertanam dalam polisakarida lain serta protein dan berukuran jauh lebih tebal daripada membran plasma, yaitu 0,1 µm hingga beberapa mikrometer.
Dinding sel melindungi sel tumbuhan, mempertahankan bentuknya, dan mencegah
pengisapan air secara berlebihan.
3. Sambungan antarsel
Sambungan sel (cell junction) dapat ditemukan pada
titik-titik pertemuan antarsel atau antara sel dan matriks ekstraseluler.
Menurut fungsinya, sambungan sel dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1)
sambungan penyumbat (occluding junction), (2) sambungan jangkar (anchoring
junction), dan (3) sambungan pengomunikasi (communicating junction).
Sambungan penyumbat menyegel permukaan dua sel menjadi satu sedemikian rupa
sehingga molekul kecil sekalipun tidak dapat lewat, contohnya ialah sambungan
ketat (tight junction) pada vertebrata. Sementara itu, sambungan jangkar menempelkan
sel (dan sitoskeletonnya) ke sel
tetangganya atau ke matriks ekstraseluler. Terakhir, sambungan pengomunikasi
menyatukan dua sel tetapi memungkinkan sinyal kimiawi atau listrik melintas
antarsel tersebut. Plasmodesmata
merupakan contoh sambungan pengomunikasi yang hanya ditemukan pada tumbuhan.
F.
Fungsi
1. Metabolisme
Keseluruhan reaksi kimia yang membuat makhluk hidup mampu melakukan aktivitasnya disebut metabolisme, dan sebagian besar reaksi kimia tersebut
terjadi di dalam sel. Metabolisme yang terjadi di dalam sel dapat berupa reaksi
katabolik, yaitu perombakan senyawa kimia untuk
menghasilkan energi maupun untuk dijadikan bahan pembentukan
senyawa lain, dan reaksi anabolik, yaitu reaksi penyusunan komponen sel
Salah
satu proses katabolik yang merombak molekul makanan untuk menghasilkan energi
di dalam sel ialah respirasi seluler, yang sebagian besar berlangsung di dalam mitokondria eukariota atau sitosol prokariota dan menghasilkan ATP.
Sementara itu, contoh proses anabolik ialah sintesis protein yang berlangsung pada ribosom dan membutuhkan ATP.
2. Komunikasi sel
Kemampuan sel untuk berkomunikasi, yaitu
menerima dan mengirimkan 'sinyal' dari dan kepada sel lain, menentukan
interaksi antarorganisme uniseluler serta
mengatur fungsi dan perkembangan tubuh organisme multiseluler.
Misalnya, bakteri berkomunikasi satu sama lain dalam proses quorum sensing (pengindraan kuorum) untuk menentukan apakah
jumlah mereka sudah cukup sebelum membentuk biofilm, sementara sel-sel dalam embrio hewan
berkomunikasi untuk koordinasi proses diferensiasi menjadi berbagai jenis sel.
Komunikasi sel terdiri dari proses transfer
sinyal antarsel dalam bentuk molekul (misalnya hormon) atau
aktivitas listrik, dan transduksi sinyal di dalam sel target ke
molekul yang menghasilkan respons sel. Mekanisme transfer sinyal dapat terjadi
dengan kontak antarsel (misalnya melalui sambungan pengomunikasi), penyebaran molekul sinyal ke sel yang
berdekatan, penyebaran molekul sinyal ke sel yang jauh melalui saluran
(misalnya pembuluh darah), atau
perambatan sinyal listrik ke sel yang jauh (misalnya pada jaringan otot polos).
Selanjutnya, molekul sinyal menembus membran secara langsung, lewat melalui kanal protein,
atau melekat pada reseptor berupa protein transmembran pada permukaan sel target
dan memicu transduksi sinyal di dalam sel. Transduksi sinyal ini dapat
melibatkan sejumlah zat yang disebut pembawa pesan kedua (second messenger)
yang konsentrasinya meningkat setelah pelekatan molekul sinyal pada reseptor
dan yang nantinya meregulasi aktivitas protein lain di dalam sel. Selain itu,
transduksi sinyal juga dapat dilakukan oleh sejumlah jenis protein yang pada
akhirnya dapat memengaruhi metabolisme, fungsi, atau perkembangan sel.
3.
Siklus
Sel
Setiap sel berasal dari pembelahan sel sebelumnya, dan tahap-tahap kehidupan sel
antara pembelahan sel ke pembelahan sel berikutnya disebut sebagai siklus sel. Pada kebanyakan sel, siklus ini terdiri dari
empat proses terkoordinasi, yaitu pertumbuhan sel, replikasi DNA, pemisahan DNA yang sudah digandakan ke dua calon
sel anakan, serta pembelahan sel. Pada bakteri, proses pemisahan DNA ke calon sel anakan
dapat terjadi bersamaan dengan replikasi DNA, dan siklus sel yang berurutan
dapat bertumpang tindih. Hal ini tidak terjadi pada eukariota yang siklus selnya terjadi dalam empat fase
terpisah sehingga laju pembelahan sel bakteri dapat lebih cepat daripada laju
pembelahan sel eukariota. Pada eukariota, tahap pertumbuhan sel umumnya terjadi
dua kali, yaitu sebelum replikasi DNA (disebut fase G1, gap
1) dan sebelum pembelahan sel (fase G2). Siklus sel bakteri
tidak wajib memiliki fase G1, namun memiliki fase G2 yang
disebut periode D. Tahap replikasi DNA pada eukariota disebut fase S
(sintesis), atau pada bakteri ekuivalen dengan periode C. Selanjutnya,
eukariota memiliki tahap pembelahan nukleus yang disebut fase M (mitosis).
Peralihan antartahap siklus sel dikendalikan
oleh suatu perlengkapan pengaturan yang tidak hanya mengoordinasi berbagai
kejadian dalam siklus sel, tetapi juga menghubungkan siklus sel dengan sinyal ekstrasel yang mengendalikan perbanyakan sel. Misalnya,
sel hewan pada fase G1 dapat berhenti dan
tidak beralih ke fase S bila tidak ada faktor pertumbuhan tertentu, melainkan
memasuki keadaan yang disebut fase G0 dan tidak mengalami
pertumbuhan maupun perbanyakan. Contohnya adalah sel fibroblas yang hanya membelah diri untuk memperbaiki
kerusakan tubuh akibat luka.[66] Jika pengaturan siklus sel terganggu, misalnya
karena mutasi, risiko pembentukan tumor—yaitu
perbanyakan sel yang tidak normal—meningkat dan dapat berpengaruh pada
pembentukan kanker.
4. Diferensiasi sel
Diferensiasi sel menciptakan keberagaman jenis sel yang muncul
selama perkembangan suatu organisme multiseluler dari
sebuah sel telur yang sudah dibuahi. Misalnya, mamalia yang berasal dari sebuah sel berkembang
menjadi suatu organisme dengan ratusan jenis sel berbeda seperti otot, saraf, dan kulit.
Sel-sel dalam embrio yang sedang berkembang melakukan pensinyalan sel yang memengaruhi ekspresi gen sel dan menyebabkan diferensiasi tersebut.
5. Kematian sel terprogram
Sel dalam organisme multiseluler dapat
mengalami suatu kematian terprogram yang berguna untuk pengendalian populasi
sel dengan cara mengimbangi perbanyakan sel, misalnya untuk mencegah munculnya tumor.
Kematian sel juga berguna untuk menghilangkan bagian tubuh yang tidak
diperlukan. Contohnya, pada saat pembentukan embrio,
jari-jari pada tangan atau kaki manusia pada mulanya saling menyatu, namun
kemudian terbentuk berkat kematian sel-sel antarjari. Dengan demikian, waktu
dan tempat terjadinya kematian sel, sama seperti pertumbuhan dan pembelahan
sel, merupakan proses yang sangat terkendali. Kematian sel semacam itu terjadi
dalam proses yang disebut apoptosis yang dimulai ketika suatu faktor penting
hilang dari lingkungan sel atau ketika suatu sinyal internal diaktifkan. Gejala awal apoptosis
ialah pemadatan nukleus dan fragmentasi DNA yang diikuti oleh
penyusutan sel.[1]