Biologi molekuler
merupakan cabang terbaru dari ilmu biologi, namun perkembangannya sudah sangat
pesat di negara-negara maju. Ilmu ini mempelajari kehidupan pada aras molekul,
dengan titik berat pada molekul DNA, RNA, dan sintesis protein. Studi taksonomi,
fisiologi, genetika, dan biokimia saat ini perlu didekati sampai aras
molekuler. Oleh karena itu mahasiswa Jurusan Biologi dan ilmu-ilmu terkait
perlu dibekali dengan ilmu mengenai molekul-molekul dasar kehidupan.
Biologi molekular atau biologi molekul merupakan salah satu cabang biologi yang merujuk kepada pengkajian mengenai kehidupan pada skala molekul. Ini termasuk penyelidikan tentang interaksi molekul dalam benda
hidup dan kesannya, terutama tentang interaksi berbagai sistem dalam sel, termasuk interaksi DNA, RNA, dan sintesis protein,
dan bagaimana interaksi tersebut diatur. Bidang ini bertumpang tindih dengan
bidang biologi (dan kimia) lainnya, terutama genetika dan biokimia.
® Keterkaitan
dengan ilmu hayati "skala-molekul" lainnya
Para peneliti
biologi molekular menggunakan teknik-teknik khusus yang khas biologi molekular,
namun kini semakin memadukan teknik-teknik tersebut dengan teknik dan
gagasan-gagasan dari genetika dan biokimia. Tidak
terdapat lagi garis tegas yang memisahkan disiplin-disiplin ilmu ini seperti
sebelumnya. Secara umum keterkaitan bidang-bidang tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
Ø Genetika – telaah atas
efek perbedaan genetik pada makhluk hidup (misalnya telaah mengenai mutan).
Ø Biologi
molekular – telaah dalam skala molekul atas proses replikasi, transkripsi, dan translasi bahan genetik
Semakin banyak
bidang biologi lainnya yang memfokuskan diri pada molekul, baik secara
langsung mempelajari interaksi molekular dalam bidang mereka sendiri seperti
pada biologi sel dan biologi perkembangan, maupun secara tidak langsung (misalnya dengan
menggunakan teknik biologi molekular untuk menyimpulkan ciri-ciri historis populasi atau spesies) seperti pada genetika populasi dan filogenetika.
® TEKNIK BIOLOGI MOLEKULA
1. Kloning ekspresi
Salah satu teknik dasar biologi molekular adalah kloning ekspresi, yang digunakan misalnya untuk mempelajari fungsi protein. Pada teknik ini, potongan DNA penyandi protein yang diinginkan ditransplantasikan ke suatu plasmid (DNA sirkular yang biasanya ditemukan pada bakteri; dalam teknik ini, plasmid disebut sebagai vektor ekspresi).
Plasmid yang telah mengandung potongan DNA yang diinginkan tersebut kemudian dapat disisipkan ke dalam sel bakteri atau sel hewan. Penyisipan DNA ke dalam sel bakteri disebut transformasi, dan dapat dilakukan dengan berbagai metode, termasuk elektroporasi, mikroinjeksi dan secara kimia. Penyisipan DNA ke dalam sel eukaryota, misalnya sel hewan, disebut sebagai transfeksi, dan teknik transfeksi yang dapat dilakukan termasuk transfeksi kalsium fosfat, transfeksi liposom, dan dengan reagen komersial. DNA dapat pula dimasukkan ke dalam sel dengan menggunakan virus (disebut transduksi viral).
Setelah penyisipan ke dalam sel, protein yang disandi oleh potongan DNA tadi dapat diekspresikan oleh sel bersangkutan. Berbagai jenis cara dapat digunakan untuk membantu ekspresi tersebut agar protein bersangkutan didapatkan dalam jumlah besar, misalnya inducible promoter dan specific cell-signaling factor. Protein dalam jumlah besar tersebut kemudian dapat diekstrak dari sel bakteri atau eukaryota tadi.
2. Polymerase chain reaction (PCR)
Polymerase chain reaction ("reaksi berantai polimerase", PCR) merupakan teknik yang sangat berguna dalam membuat salinan DNA. PCR memungkinkan sejumlah kecil sekuens DNA tertentu disalin (jutaan kali) untuk diperbanyak (sehingga dapat dianalisis), atau dimodifikasi secara tertentu. Sebagai contoh, PCR dapat digunakan untuk menambahkan situs enzim restriksi, atau untuk memutasikan (mengubah) basa tertentu pada DNA. PCR juga dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan sekuens DNA tertentu dalam sampel.
PCR memanfaatkan enzim DNA polimerase yang secara alami memang berperan dalam perbanyakan DNA pada proses replikasi. Namun demikian, tidak seperti pada organisme hidup, proses PCR hanya dapat menyalin fragmen pendek DNA, biasanya sampai dengan 10 kb (kb=kilo base pairs=1.000 pasang basa). Fragmen tersebut dapat berupa suatu gen tunggal, atau hanya bagian dari suatu gen.
Proses PCR untuk memperbanyak DNA melibatkan serangkaian siklus temperatur yang berulang dan masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan. Tahapan yang pertama adalah denaturasi cetakan DNA (DNA template) pada temperatur 94-96 °C, yaitu pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal. Sesudah itu, dilakukan penurunan temperatur pada tahap kedua sampai 45-60 °C yang memungkinkan terjadinya penempelan (annealing) atau hibridisasi antara oligonukleotida primer dengan utas tunggal cetakan DNA. Primer merupakan oligonukelotida utas tunggal yang sekuens-nya dirancang komplementer dengan ujung fragmen DNA yang ingin disalin; primer menentukan awal dan akhir daerah yang hendak disalin. Tahap yang terakhir adalah tahap ekstensi atau elongasi (elongation), yaitu pemanjangan primer menjadi suatu utas DNA baru oleh enzim DNA polimerase. Temperatur pada tahap ini bergantung pada jenis DNA polimerase yang digunakan. Pada akhirnya, satu siklus PCR akan menggandakan jumlah molekul cetakan DNA atau DNA target, sebab setiap utas baru yang disintesis akan berperan sebagai cetakan pada siklus selanjutnya.
1. Elektroforesis gel
Elektroforesis gel merupakan salah satu teknik utama dalam
biologi molekular. Prinsip dasar teknik ini adalah bahwa DNA, RNA, atau protein dapat dipisahkan oleh medan listrik. Dalam hal ini, molekul-molekul tersebut
dipisahkan berdasarkan laju perpindahannya oleh gaya gerak listrik di
dalam matriks gel. Laju perpindahan tersebut bergantung pada ukuran molekul bersangkutan.
Elektroforesis gel biasanya dilakukan untuk tujuan analisis, namun dapat pula
digunakan sebagai teknik preparatif untuk memurnikan molekul sebelum digunakan
dalam metode-metode lain seperti spektrometri massa, PCR, kloning, sekuensing DNA, atau immuno-blotting yang
merupakan metode-metode karakterisasi lebih lanjut.
Gel yang digunakan biasanya merupakan polimer bertautan silang (crosslinked) yang
porositasnya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Untuk memisahkan protein atau asam nukleat berukuran kecil (DNA, RNA, atau oligonukleotida), gel yang digunakan biasanya merupakan gel poliakrilamida, dibuat
dengan konsentrasi berbeda-beda antara akrilamida dan zat yang memungkinkan pertautan silang (cross-linker),
menghasilkan jaringan poliakrilamida dengan ukuran rongga berbeda-beda. Untuk
memisahkan asam nukleat yang lebih besar (lebih besar dari beberapa ratus basa), gel
yang digunakan adalah agarosa (dari ekstrak rumput laut) yang sudah dimurnikan.
Dalam proses elektroforesis, sampel molekul
ditempatkan ke dalam sumur (well) pada gel yang ditempatkan di dalam larutan penyangga, dan listrik dialirkan kepadanya. Molekul-molekul sampel
tersebut akan bergerak di dalam matriks gel ke arah salah satu kutub listrik sesuai
dengan muatannya. Dalam
hal asam nukleat, arah pergerakan adalah menuju elektrode positif, disebabkan oleh muatan negatif alami
pada rangka gula-fosfat yang
dimilikinya. Untuk menjaga agar laju perpindahan asam nukleat benar-benar hanya
berdasarkan ukuran (yaitu panjangnya), zat seperti natrium hidroksida atau formamida
digunakan untuk menjaga agar asam nukleat berbentuk lurus. Sementara itu,
protein didenaturasi dengan deterjen (misalnya natrium dodesil sulfat, SDS) untuk
membuat protein tersebut berbentuk lurus dan bermuatan negatif.
Setelah proses elektroforesis selesai,
dilakukan proses pewarnaan (staining) agar molekul sampel yang telah
terpisah dapat dilihat. Etidium bromida, perak, atau
pewarna "biru Coomassie" (Coomassie blue) dapat digunakan
untuk keperluan ini. Jika molekul sampel berpendar dalam sinar ultraviolet (misalnya setelah "diwarnai" dengan
etidium bromida), gel difoto di bawah sinar ultraviolet. Jika molekul
sampel mengandung atom radioaktif, autoradiogram gel
tersebut dibuat.
Pita-pita (band) pada lajur-lajur (lane)
yang berbeda pada gel akan tampak setelah proses pewarnaan; satu lajur merupakan
arah pergerakan sampel dari "sumur" gel. Pita-pita yang berjarak sama
dari sumur gel pada akhir elektroforesis mengandung molekul-molekul yang
bergerak di dalam gel selama elektroforesis dengan kecepatan yang sama, yang
biasanya berarti bahwa molekul-molekul tersebut berukuran sama.
"Marka" atau penanda (marker) yang merupakan campuran
molekul dengan ukuran berbeda-beda dapat digunakan untuk menentukan ukuran
molekul dalam pita sampel dengan meng-elektroforesis marka tersebut pada lajur
di gel yang paralel dengan sampel. Pita-pita pada lajur marka tersebut dapat
dibandingkan dengan pita sampel untuk menentukan ukurannya. Jarak pita dari
sumur gel berbanding terbalik terhadap logaritma ukuran molekul.
A. Asam Deoksiribonukleat
Asam deoksiribonukleat, lebih
dikenal dengan DNA (bahasa Inggris: deoxyribonucleic acid), adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di
dalam inti sel.
Secara garis besar, peran DNA
di dalam sebuah sel adalah sebagai materi
genetik; artinya, DNA menyimpan cetak
biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme. Di antara
perkecualian yang menonjol adalah beberapa jenis virus (dan virus tidak termasuk organisme) seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus).
1.
Karakteristik Kimia
Sebuah unit monomer DNA yang terdiri dari ketiga komponen tersebut
dinamakan nukleotida,
sehingga DNA tergolong sebagai polinukleotida.
Rantai DNA memiliki lebar 22-24 Å, sementara panjang satu unit nukleotida 3,3 Å.
Walaupun unit monomer ini sangatlah kecil, DNA dapat memiliki jutaan nukleotida
yang terangkai seperti rantai. Misalnya, kromosom terbesar pada manusia terdiri
atas 220 juta nukleotida.
Rangka utama untai DNA terdiri dari gugus fosfat dan gula yang
berselang-seling. Gula pada DNA adalah gula pentosa (berkarbon lima), yaitu 2-deoksiribosa. Dua
gugus gula terhubung dengan fosfat melalui ikatan fosfodiester antara
atom karbon ketiga pada cincin satu gula dan atom karbon kelima pada gula
lainnya. Salah satu perbedaan utama DNA dan RNA adalah gula penyusunnya; gula
RNA adalah ribosa.
DNA terdiri atas dua untai yang berpilin
membentuk struktur heliks ganda. Pada struktur heliks ganda, orientasi rantai
nukleotida pada satu untai berlawanan dengan orientasi nukleotida untai
lainnya. Hal ini disebut sebagai antiparalel. Masing-masing untai
terdiri dari rangka utama, sebagai struktur utama, dan basa nitrogen, yang
berinteraksi dengan untai DNA satunya pada heliks. Kedua untai pada heliks
ganda DNA disatukan oleh ikatan hidrogen antara basa-basa yang terdapat pada
kedua untai tersebut. Empat basa yang ditemukan pada DNA adalah adenina (dilambangkan A), sitosina (C, dari cytosine), guanina (G), dan timina (T).
Adenina berikatan hidrogen dengan timina, sedangkan guanina berikatan dengan
sitosina. Segmen polipeptida dari DNA disebut
gen, biasanya merupakan molekul RNA.
2.
Fungsi Biologis
a.
Replikasi
Replikasi merupakan proses pelipatgandaan DNA. Proses replikasi ini
diperlukan ketika sel akan membelah diri. Pada setiap sel, kecuali sel gamet, pembelahan diri harus disertai dengan replikasi DNA supaya semua
sel turunan memiliki informasi genetik yang sama. Pada dasarnya, proses
replikasi memanfaatkan fakta bahwa DNA terdiri dari dua rantai dan rantai yang
satu merupakan "konjugat" dari rantai pasangannya. Dengan kata lain,
dengan mengetahui susunan satu rantai, maka susunan rantai pasangan dapat
dengan mudah dibentuk.
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan bagaimana proses
replikasi DNA ini terjadi. Salah satu teori yang paling populer menyatakan
bahwa pada masing-masing DNA baru yang diperoleh pada akhir proses replikasi;
satu rantai tunggal merupakan rantai DNA dari rantai DNA sebelumnya, sedangkan
rantai pasangannya merupakan rantai yang baru disintesis. Rantai tunggal yang
diperoleh dari DNA sebelumnya tersebut bertindak sebagai "cetakan"
untuk membuat rantai pasangannya.
Proses replikasi memerlukan protein atau enzim pembantu; salah satu yang terpenting dikenal dengan nama DNA polimerase, yang merupakan enzim pembantu pembentukan rantai DNA baru yang
merupakan suatu polimer. Proses replikasi diawali dengan pembukaan untaian ganda DNA pada
titik-titik tertentu di sepanjang rantai DNA. Proses pembukaan rantai DNA ini
dibantu oleh enzim helikase yang dapat mengenali titik-titik tersebut, dan
enzim girase yang mampu membuka pilinan rantai DNA.
Setelah cukup ruang terbentuk akibat pembukaan untaian ganda ini,
DNA polimerase masuk dan mengikat diri pada kedua rantai DNA yang sudah terbuka
secara lokal tersebut. Proses pembukaan rantai ganda tersebut berlangsung
disertai dengan pergeseran DNA polimerase mengikuti arah membukanya rantai
ganda. Monomer DNA ditambahkan di kedua sisi rantai yang membuka setiap kali
DNA polimerase bergeser. Hal ini berlanjut sampai seluruh rantai telah
benar-benar terpisah.
Proses replikasi DNA ini merupakan proses yang rumit namun teliti.
Proses sintesis rantai DNA baru memiliki suatu mekanisme yang mencegah
terjadinya kesalahan pemasukan monomer yang dapat berakibat fatal. Karena
mekanisme inilah kemungkinan terjadinya kesalahan sintesis amatlah kecil.
3.
DNA dalam Komputasi
DNA memainkan peran penting dalam ilmu komputer, baik sebagai masalah riset dan sebagai sebuah cara komputasi.
Riset dalam algoritma pencarian string, yang menemukan kejadian dari urutan huruf di dalam urutan huruf
yang lebih besar, dimotivasi sebagian oleh riset DNA, dimana algoritma ini
digunakan untuk mencari urutan tertentu dari nukleotida dalam sebuah urutan
yang besar. Dalam aplikasi lainnya seperti editor text, bahkan algoritma sederhana untuk masalah ini biasanya mencukupi,
tetapi urutan DNA menyebabkan algoritma-algoritma ini untuk menunjukkan sifat
kasus-mendekati-terburuk dikarenakan jumlah kecil dari karakter yang berbeda.
Teori database juga telah dipengaruhi oleh riset DNA, yang memiliki masalah khusus
untuk menaruh dan memanipulasi urutan DNA. Database yang dikhususkan untuk
riset DNA disebut database genomik, dam harus menangani sejumlah tantangan teknis yang unik yang
dihubungkan dengan operasi pembandingan kira-kira, pembandingan urutan, mencari
pola yang berulang, dan pencarian homologi.
DNA pertama kali berhasil dimurnikan pada tahun 1868 oleh ilmuwan Swiss
Friedrich Miescher di Tubingen, Jerman, yang menamainya nuclein berdasarkan lokasinya di dalam
inti sel. Namun demikian, penelitian terhadap peranan DNA di dalam sel baru
dimulai pada awal abad 20, bersamaan dengan ditemukannya postulat genetika Mendel. DNA dan protein dianggap dua molekul yang paling memungkinkan sebagai pembawa
sifat genetis berdasarkan teori tersebut.
Dua eksperimen pada dekade 40-an membuktikan fungsi DNA sebagai
materi genetik. Dalam penelitian oleh Avery dan rekan-rekannya, ekstrak dari sel bakteri yang satu gagal men-transform sel bakteri lainnya kecuali jika DNA dalam ekstrak dibiarkan utuh.
Eksperimen
yang dilakukan Hershey dan
Chase membuktikan hal yang sama dengan menggunakan pencari jejak radioaktif (bahasa Inggris: radioactive
tracers).
Misteri yang belum terpecahkan ketika itu adalah: "bagaimanakah
struktur DNA sehingga ia mampu bertugas sebagai materi genetik".
Persoalan ini dijawab oleh Francis Crick dan koleganya James Watson berdasarkan hasil difraksi sinar X pada DNA oleh Maurice Wilkins dan Rosalind Franklin.
Pada tahun 1953, James Watson dan Francis Crick mendefinisikan DNA
sebagai polimer yang terdiri dari 4 basa dari asam nukleat,
dua dari kelompok purina:adenina dan guanina; dan dua lainnya dari kelompok pirimidina:sitosina dan timina. Keempat nukleobasa tersebut terhubung dengan glukosa fosfat.
Maurice Wilkins dan Rosalind
Franklin menemukan bahwa molekul DNA berbentuk heliks yang berputar setiap 3,4 nm, sedangkan jarak antar molekul
nukleobasa adalah 0,34 nm, hingga dapat ditentukan bahwa terdapat 10 molekul
nukleobasa pada setiap putaran DNA. Setelah diketahui bahwa diameter heliks DNA sekitar 2 nm, baru diketahui bahwa DNA terdiri bukan
dari 1 rantai, melainkan 2 rantai heliks.
Crick, Watson, dan Wilkins mendapatkan hadiah Nobel Kedokteran pada 1962 atas penemuan ini. Franklin, karena sudah wafat pada
waktu itu, tidak dapat dianugerahi hadiah ini.
Konfirmasi akhir mekanisme replikasi DNA dilakukan lewat percobaan Meselson-Stahl yang dilakukan tahun 1958.[1]
|
4.
Penggunaan DNA dalam teknologi
a.
DNA
dalam forensik
Ilmuwan forensik dapat menggunakan DNA yang terletak dalam darah, sperma, kulit, liur atau rambut yang tersisa di tempat kejadian kejahatan untuk mengidentifikasi
kemungkinan tersangka, sebuah proses yang disebut fingerprinting genetika atau pemrofilan DNA (DNA profiling). Dalam pemrofilan DNA
panjang relatif dari bagian DNA yang berulang seperti short tandem repeats dan minisatelit, dibandingkan. Pemrofilan DNA dikembangkan pada 1984 oleh genetikawan Inggris Alec Jeffreys dari Universitas Leicester, dan pertama kali digunakan untuk mendakwa Colin Pitchfork pada 1988 dalam kasus pembunuhan Enderby di Leicestershire, Inggris.
Banyak yurisdiksi membutuhkan terdakwa dari kejahatan tertentu
untuk menyediakan sebuah contoh DNA untuk dimasukkan ke dalam database
komputer. Hal ini telah membantu investigator menyelesaikan kasus lama di mana
pelanggar tidak diketahui dan hanya contoh DNA yang diperoleh dari tempat
kejadian (terutama dalam kasus perkosaan antar orang tak dikenal). Metode ini adalah salah satu teknik
paling tepercaya untuk mengidentifikasi seorang pelaku kejahatan, tetapi tidak
selalu sempurna, misalnya bila tidak ada DNA yang dapat diperoleh, atau bila
tempat kejadian terkontaminasi oleh DNA dari banyak orang.
b.
DNA
dalam komputasi
DNA memainkan peran penting dalam ilmu komputer, baik sebagai masalah riset dan sebagai sebuah
cara komputasi.
Riset dalam algoritma pencarian string, yang
menemukan kejadian dari urutan huruf di dalam urutan huruf yang lebih besar,
dimotivasi sebagian oleh riset DNA, dimana algoritma ini digunakan untuk
mencari urutan tertentu dari nukleotida dalam sebuah urutan yang besar. Dalam
aplikasi lainnya seperti editor text, bahkan
algoritma sederhana untuk masalah ini biasanya mencukupi, tetapi urutan DNA
menyebabkan algoritma-algoritma ini untuk menunjukkan sifat
kasus-mendekati-terburuk dikarenakan jumlah kecil dari karakter yang berbeda.
Teori database juga telah dipengaruhi oleh riset DNA, yang
memiliki masalah khusus untuk menaruh dan memanipulasi urutan DNA. Database
yang dikhususkan untuk riset DNA disebut database genomik, dam
harus menangani sejumlah tantangan teknis yang unik yang dihubungkan dengan
operasi pembandingan kira-kira, pembandingan urutan, mencari pola yang
berulang, dan pencarian homologi.
5.
Sejarah
DNA pertama kali berhasil dimurnikan pada tahun
1868 oleh ilmuwan Swiss Friedrich Miescher di Tubingen, Jerman, yang
menamainya nuclein berdasarkan lokasinya di dalam inti sel. Namun
demikian, penelitian terhadap peranan DNA di dalam sel baru dimulai pada awal
abad 20, bersamaan dengan ditemukannya postulat genetika Mendel. DNA dan protein dianggap dua molekul yang paling memungkinkan
sebagai pembawa sifat genetis berdasarkan teori tersebut.
Dua eksperimen pada dekade 40-an membuktikan
fungsi DNA sebagai materi genetik. Dalam penelitian oleh Avery dan
rekan-rekannya, ekstrak dari sel bakteri yang satu gagal men-transform sel
bakteri lainnya kecuali jika DNA dalam ekstrak dibiarkan utuh. Eksperimen yang
dilakukan Hershey dan Chase membuktikan
hal yang sama dengan menggunakan pencari jejak radioaktif (bahasa Inggris: radioactive tracers).
Misteri yang belum terpecahkan ketika itu
adalah: "bagaimanakah struktur DNA sehingga ia mampu bertugas sebagai
materi genetik". Persoalan ini dijawab oleh Francis Crick dan koleganya James Watson berdasarkan hasil difraksi sinar X pada DNA oleh Maurice Wilkins dan Rosalind Franklin.
Pada tahun 1953, James Watson dan Francis Crick
mendefinisikan DNA sebagai polimer yang terdiri dari 4 basa dari asam nukleat, dua dari kelompok purina:adenina
dan guanina; dan dua lainnya dari kelompok pirimidina:sitosina
dan timina. Keempat nukleobasa
tersebut terhubung dengan glukosa fosfat.
Maurice Wilkins dan Rosalind Franklin menemukan
bahwa molekul DNA berbentuk heliks yang berputar setiap 3,4 nm, sedangkan jarak
antar molekul nukleobasa adalah 0,34 nm, hingga dapat ditentukan bahwa terdapat
10 molekul nukleobasa pada setiap putaran DNA. Setelah diketahui bahwa diameter heliks DNA sekitar 2 nm, baru diketahui bahwa
DNA terdiri bukan dari 1 rantai, melainkan 2 rantai heliks.
Crick, Watson, dan Wilkins mendapatkan hadiah Nobel Kedokteran pada 1962 atas penemuan ini. Franklin, karena
sudah wafat pada waktu itu, tidak dapat dianugerahi hadiah ini.
Konfirmasi akhir mekanisme replikasi DNA dilakukan lewat percobaan Meselson-Stahl yang
dilakukan tahun 1958.
|
B.
Asam Ribonukleat
Asam ribonukleat (bahasa Inggris:ribonucleic acid, RNA) adalah satu dari
tiga makromolekul utama
(bersama dengan DNA dan protein) yang berperan penting dalam segala bentuk
kehidupan.
Asam ribonukleat berperan sebagai pembawa bahan genetik dan memainkan peran utama dalam ekspresi genetik. Dalam dogma pokok (central
dogma) genetika molekular, RNA
menjadi perantara antara informasi yang dibawa DNA dan ekspresi fenotipik yang diwujudkan dalam bentuk protein.
1.
Struktur RNA
Struktur dasar RNA mirip dengan DNA. RNA
merupakan polimer yang tersusun dari sejumlah nukleotida. Setiap nukleotida memiliki satu gugus fosfat,
satu gugus pentosa, dan satu gugus basa nitrogen (basa N).
Polimer tersusun dari ikatan berselang-seling antara gugus fosfat dari satu
nukleotida dengan gugus pentosa dari nukleotida yang lain.
Perbedaan RNA dengan DNA terletak pada satu
gugus hidroksil cincin gula pentosa, sehingga dinamakan ribosa,
sedangkan gugus pentosa pada DNA disebut deoksiribosa. Basa
nitrogen pada RNA sama dengan DNA, kecuali basa timina pada
DNA diganti dengan urasil pada RNA. Jadi tetap ada empat pilihan: adenina, guanina, sitosina, atau urasil untuk suatu nukleotida.
Selain itu, bentuk konformasi RNA tidak berupa
pilin ganda sebagaimana DNA, tetapi bervariasi sesuai dengan tipe dan
fungsinya.
2.
Tipe-tipe RNA
RNA hadir di alam dalam berbagai macam/tipe.
Sebagai bahan genetik, RNA berwujud sepasang pita (Inggris double-stranded
RNA, dsRNA). Genetika molekular klasik
mengajarkan, pada eukariota
terdapat tiga tipe RNA yang terlibat dalam proses sintesis protein:
Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21 diketahui
bahwa RNA hadir dalam berbagai macam bentuk dan terlibat dalam proses
pascatranslasi. Dalam pengaturan ekspresi genetik orang sekarang mengenal
RNA-mikro (miRNA) yang terlibat dalam "peredaman gen"
atau gene silencing dan small-interfering RNA (siRNA) yang
terlibat dalam proses pertahanan terhadap serangan virus.
3.
Fungsi RNA
Pada sekelompok virus
(misalnya bakteriofag), RNA
merupakan bahan genetik. Ia berfungsi sebagai penyimpan informasi genetik,
sebagaimana DNA pada organisme hidup lain. Ketika virus ini menyerang sel
hidup, RNA yang dibawanya masuk ke sitoplasma sel korban, yang kemudian ditranslasi oleh sel inang untuk menghasilkan virus-virus
baru.
Namun demikian, peran penting RNA terletak pada
fungsinya sebagai perantara antara DNA dan protein dalam proses ekspresi genetik karena ini berlaku untuk semua organisme
hidup. Dalam peran ini, RNA diproduksi sebagai salinan kode urutan basa
nitrogen DNA dalam proses transkripsi. Kode urutan basa ini tersusun dalam bentuk
'triplet', tiga urutan basa N, yang dikenal dengan nama kodon. Setiap
kodon berelasi dengan satu asam amino (atau kode untuk berhenti), monomer yang
menyusun protein. Lihat ekspresi genetik untuk keterangan lebih lanjut.
Penelitian mutakhir atas fungsi RNA menunjukkan
bukti yang mendukung atas teori 'dunia RNA', yang
menyatakan bahwa pada awal proses evolusi, RNA merupakan bahan genetik universal sebelum
organisme hidup memakai DNA.
4.
Interferensi RNA
Suatu gejala yang baru ditemukan pada
penghujung abad ke-20 adalah adanya mekanisme peredaman (silencing)
dalam ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa RNA tidak diterjemahkan
(translasi) menjadi protein oleh tRNA. Ini terjadi karena sebelum sempat
ditranslasi, mRNA dicerna/dihancurkan oleh suatu mekanisme yang disebut sebagai
"interferensi RNA".
Mekanisme ini melibatkan paling sedikit tiga substansi (enzim dan
protein lain). Gejala ini pertama kali ditemukan pada nematoda Caenorhabditis elegans tetapi
selanjutnya ditemukan pada hampir semua kelompok organisme hidup.
C. Konstitusi Genetik
1. Gen
Gen
(dari bahasa Belanda:
gen) adalah unit pewarisan sifat bagi organisme hidup. Bentuk fisiknya adalah urutan DNA
yang menyandi suatu protein, polipeptida, atau seuntai RNA
yang memiliki fungsi bagi organisme yang memilikinya. Batasan modern gen
adalah suatu lokasi tertentu pada genom yang berhubungan dengan pewarisan
sifat dan dapat dihubungkan dengan fungsi sebagai regulator (pengendali), sasaran
transkripsi, atau peran-peran fungsional
lainnya[1][2]. Penggunaan "gen" dalam
percakapan sehari-hari (misalnya "gen cerdas" atau "gen warna
rambut") sering kali dimaksudkan untuk alel:
pilihan variasi yang tersedia oleh suatu gen. Meskipun ekspresi alel dapat
serupa, orang lebih sering menggunakan istilah alel untuk ekspresi gen yang
secara fenotipik berbeda. Gen diwariskan oleh satu
individu kepada keturunannya melalui suatu proses reproduksi, bersama-sama dengan DNA yang
membawanya. Dengan demikian, informasi yang menjaga keutuhan bentuk dan fungsi
kehidupan suatu organisme dapat terjaga.
2. Sejarah
Gregor Mendel telah berspekulasi tentang adanya suatu bahan yang terkait
dengan suatu sifat atau karakter di dalam tubuh suatu individu yang dapat
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ia menyebutnya 'faktor'.
Oleh Hugo de
Vries, konsep yang serupa ia
namakan pangen (baca: "pan-gen") pada buku karangannya Intracellular
Pangenesis (terbit 1889). Belum membaca tulisan Mendel, de Vries
mendefinisikan pangen sebagai "partikel terkecil yang mewakili satu
penciri terwariskan". Wilhelm Johannsen lalu menyingkatnya sebagai gen dua puluh tahun
kemudian. Pada 1910, Thomas Hunt
Morgan menunjukkan bahwa gen
terletak di kromosom. Selanjutnya, terjadi 'perlombaan' seru untuk menemukan
substansi yang merupakan gen. Banyak penghargaan Nobel yang kemudian jatuh pada
peneliti yang terlibat dalam subjek ini.
Pada saat itu DNA sudah ditemukan dan diketahui hanya berada pada kromosom (1869), tetapi orang belum
menyadari bahwa DNA terkait dengan gen. Melalui penelitian Oswald Avery terhadap bakteri Pneumococcus (1943), serta Alfred Hershey dan Martha Chase (publikasi 1953) dengan virus bakteriofag T2, barulah orang
mengetahui bahwa DNA adalah bahan genetik.
Pada tahun 1940an, George Beadle dan Edward Tatum mengadakan percobaan dengan Neurospora
crassa. Dari percobaan tersebut,
Beadle dan Tatum dapat menarik hipotesis bahwa gen mengkode enzim, dan mereka menyimpulkan bahwa satu gen menyintesis satu
enzim (one gene-one enzyme theory). Beberapa puluh tahun kemudian,
ditemukan bahwa gen mengkode protein yang tidak hanya berfungsi
sebagai enzim saja, dan beberapa protein tersusun dari dua atau lebih polipeptida. Dengan adanya penemuan-penemuan tersebut, pendapat Beadle
dan Tatum, one gene-one enzyme theory, telah dimodifikasi menjadi teori
satu gen-satu polipeptida (one gene-one polypetide theory).
3.
Struktur Gen
Pada sel eukariot, gen terdiri
dari:
·
domain regulasi inisiasi transkripsi, yang terdiri antara
lain dari:[5] deret GCCACACCC, ATGCAAAT, kotak GC, kotak CCAAT dan kotak
TATA.
·
intron
·
ekson, merupakan area kodikasi protein yang dapat
ditranskripsi secara overlapping atau nonoverlapping. Sebagai
contoh, pada kode dengan tiga deret nukleotida (kodon triplet) AUU GCU CAG, dapat secara dibaca nonoverlapping
sebagai AUU GCU CAG atau dibaca secara overlapping sebagai AUU UUG UGC
GCU CUC CAG. Walaupun pada sekitar tahun 1961, telah diketahui bahwa asam
amino dikodikasi oleh
kodon secara nonoverlapping, telah ditemukan protein berbeda hasil
transkripsi dengan pergeseran overlapping kodon.
·
domain regulasi akhir transkripsi
4.
Ekspresi Gen
Ekspresi gen adalah proses dimana kode-kode informasi yang ada pada gen
diubah menjadi protein-protein yang beroperasi di dalam sel. Ekspresi gen terdiri dari dua tahap:
Proses transkripsi DNA menjadi mRNA dan translasi mRNA menjadi sebuah polipeptida disebut dogma
sentral (central dogma). Dogma
sentral berlaku pada prokariot dan eukariot. Namun, pada eukariot ada tahap tambahan yang terjadi di
antara transkripsi dan translasi yang disebut tahap pre-mRNA. Tahap pre-mRNA
adalah untuk menyeleksi mRNA yang akan dikirim keluar nukleus untuk ditranslasikan di
ribosom. Ekson merupakan mRNA yang akan dikirim keluar nukleus untuk
ditranslasikan, sedangkan intron merupakan mRNA yang akan tetap berada di dalam nukleus karena kemungkinan
mRNA tersebut akan membentuk protein yang tidak fungsional (tidak berguna) jika
ditranslasikan. Intron kemudian akan terurai kembali untuk membentuk rantai
mRNA baru.
Ketahui pula bahwa beberapa
kesalahan yang disebut mutasi dapat terjadi pada proses ekspresi gen ini.
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar